
Makam Habib Husein Bin Abubakar Al-Aydrus yang berada di Masjid Luar Batang, Jakarta Utara (Jakut) sampai saat ini masih ramai dikunjungi para peziarah.
Berdasarkan sejarahnya, Habib Husein merupakan penyiar Islam yang telah melakukan perjalanan panjang sampai akhirnya dimakamkan di Masjid Luar Batang.
Menurut sekertaris masjid Luar Batang, Masur Amin atau akrab disapa Daeng Mansur, Habib Husein lahir di Hadramaut, Yaman. Semasa kecilnya, Habib Husein memperdalam agama Islam melalui guru yang bernama Habib Abdullah Bin Alwi Al-Hadad.
Habib Abdullah merupakan seorang ulama besar yang menekuni bidang fikih dan aqidah asy’ariyah sampai akhirnya, membuat kitab Ratib Al-Haddad. Namun, setelah cukup lama belajar, sang guru pun meninggal dunia.
Sejak sang guru meninggal dunia, Habib Husein bertekad untuk tetap berdakwah. “Setelah belajar cukup lama, dan sang guru tadi wafat pada akhirnya beliau memutuskan untuk berdakwah,” tutur Daeng Mansur ketika.
Berdasarkan literatur yang dibaca oleh Daeng Mansur, Habib Husein memutuskan untuk berdakwah sejak berusia 20 tahun. “Saya pernah baca sebuah literatur, dalam tradisi Arab Kuno itu orang belajar ilmu agama tidak sebentar, karena belajar tentang adab aja bisa 10 tahun paling singkat lima tahun.
Misalnya, beliau belajar ke gurunya pada saat lima tahun ditambah 15 tahun (masa belajar) berarti umur beliau pada saat itu sudah usia 20 tahun saat gurunya wafat,” sambungnya. Saat umur 20 tahun tersebut lah, Habib Husein memantapkan Batavia (Jakarta) sebagai kota tujuan utamanya untuk berdakwah.
Habib Husein dikenal sebagai ulama zuhud namun sangat disegani oleh tentara kolonial Belanda.
Kemudian, Habib Husein mendirikan mushola yang kini dikenal sebagai Masjid Luar Batang pada tahun 1739 sebagai tempat berdakwah. “Kita tahu Habib Husein adalah seorang ulama dari Hadramaut di mana dalam perjalanan yang cukup panjang beliau sempat singgah di India, Gujarat, Palembang, Banten kemudian Jawa Timur, Jawa Tengah, Cirebon dan berakhir di sini,” ungkapnya.
Daeng Mansyur menambahkan, awalnya Masjid Luar Batang memiliki nama Masjid An-Nur.
Namun sama masjid berubah saat Habib Husein wafat di tahun 1756 dan dimakamkan di area masjid yang kini selalu ramai peziarah. “Saat itu beliau wafat, berkali-kali dibawa ke pemakaman tiba-tiba jenazah hilang dan sudah ada di area masjid dan dimakamkan di situ,” ungkapnya.
Sesuai peraturan pada masa itu, bahwa setiap orang asing harus dikuburkan di pemakaman khusus di Tanah Abang. Jasad Habib Husein pun diusung dengan kurung batang (keranda). Namun, keanehan justru terjadi manakala keranda tiba di lokasi pemakaman.
Sesampainya di pekuburan, jenazah Habib Husein justru raib dari dalam kurung batang. Jenazah tersebut malah ditemukan di tempat tinggalnya semula. Masyarakat mengistilahkan bahwa jasad Habib Husein keluar dari kurung batang.
Para pengantar jenazah mencoba kembali mengusung jenazah Habib Husein ke pekuburan Tanah Abang, namun lagi-lagi jasadnya kembali ke tempat semula. “Itu tadi di saat jenazah sampai di pemakaman jenazahnya selalu nggak ada istilah orang kampung keluar dari kurung batang,” sambungnya.
Kini, Masjid Luar Batang tak pernah sepi oleh para peziarah yang datang dari berbagai daerah bukan hanya warga Jakarta saja.