Sabtu, 9 Agustus 2025

Hingga Kini Pemikiran Profesor Soemitro Dinilai Masih Relevan

Soemitro Djojohadikoesoemo

 

Soemitro Djojohadikusumo adalah guru ekonomi agung dalam sejarah Indonesia, yang pemikirannya masih relevan dengan kondisi sekarang. Tepat pada usia ke-108 kelahirannya, bangsa Indonesia kembali menyalakan obor nilai, etika, dan pemikiran konstitusional Sang Begawan Ekonomi itu. 

Soemitro adalah tokoh yang menjabat lima kali sebagai menteri di era orde lama dan  orde baru, di mana pemikirannya memadukan disiplin ekonomi, integritas, dan patriotisme. Dalam temu media memperingati 108 tahun Profesor Soemitra, Harryadin Mahardika, chairman Soemitro Center mengatakan, pemikiran Sang Begawan tetap relevan hingga hari ini. 

”Kami ingin membumikan pemikiran Profesor Soemitro, relevan, bahkan pada situasi dunia hari ini, di mana dunia berubahnya dramatis sekali. Amerika Serikat (AS) yang melakukan globalisasi, tiba-tiba menarik diri. Dalam 100 tahun terakhir, kita belum pernah melihat perubahan secepat ini,” kata Harryadin di Museum Juang Taruna, Tangerang, Banten, dikutip Sabtu (31/5/2025).

Menurut Harryadin, hal yang terjadi saat ini, bagi sebagian orang menakutkan, tetapi bagi sebagian lain menciptakan peluang-peluang baru. Profesor Soemitro telah memberikan landasan dan fondasi bagi semua orang. 

”Jauh sebelum apa yang sekarang kita alami, Profesor Soemitro sudah punya pemikiran bahwa mazhab ekonomi itu dinamis. Tidak boleh menjadi dogma dan doktrin yang statis,” terang Harryadin.

Jadi mengikuti perjalanan pemkiran Profesor Soemitro, dia menyatakan, kita akan menemukan strategi-strategi ekonomi yang sesuai dengan kebutuhan  Indonesia hari ini. Soemitro pro terhadap pasar domestik, pro terhadap pelaku ekonomi mikro dan UMKM, dan juga pro terhadap kemandirian dan independensi serta mengembangkan tangga industri sendiri.

Dalam banyak langkahnya, dia menegaskan, Soemitro menggabungkan mazhab ekonomi, misalnya, lebih terbuka terhadap investasi, modal asing, transfer teknologi hingga membuka diri terhadap impor maupun export. Strategi  ekonomi yang lebih terbuka dan adaptif terhadap situasi saat itu. 

”Saat itu dunia menuju integrasi ekonomi yaitu globalisasi. Globalisasi menjadi jargon utama. Tapi sekarang tahun 2025 ini, kita mengalami episode sejarah yang berbeda. Kita sedang  berada di situasi di mana semua negara menjadi selfish. Sekarang negara ingin mengurus dirinya sendiri, tidak lagi mau memberikan peluang bagi negara lain,” ujar Harryadin.

Pemikiran Profesor Soemitro dan kebijakan Presiden Prabowo Subianto, dia menerangkan, erat kaitannya. Salah satunya program Makan Bergizi Gratis.

”Program ini sangat sosialis sekali. Jadi bisa dibilang ini kembali kepada ajaran dan pemikiran Profesor Sumitra bahwa tugas utama negara adalah menjadi agen distribusi kekayaan kepada rakyatnya,” kata dia. 

Jadi ukuran keberhasilan negara, kata dia, apabila bisa mendistribusikan kekayaan secara merata dan adil kepada rakyatnya. Saat ini Indonesia masih belum punya roadmap agar negara ini mendistribusikan kekayaannya. 

”Saya  rasa Presiden Prawo pun melihat bahwa negara harus semakin berani dan agresif dalam perannya, untuk mendistribusikan kekayaan negara ini kepada masyarakat, terutama masyarakat yang paling bawah. Supaya kesenjangan semakin turun dan tujuan bernegara itu sendiri tercapai,” kata Harryadin.

 

Berita Terkait