Selasa, 17 Juni 2025

Dikemanakan Batu Kerikil Hasil Lempar Jumrah?

Suasana jemaah haji melempar jumrah di Mina

 

Kerikil hasil lempar jumrah sebagai bagian dari pelaksanaan haji layak disimak. Jumrah menjadi tempat melempar batu kerikil di Mina yang melambangkan perlawanan terhadap godaan setan.

Lempar jumrah merupakan ibadah yang wajib dalam pelaksanaan haji, khususnya bagi jemaah yang menunaikan haji tamattu’, qiran, maupun ifrad. Lempar jumrah termasuk dalam rangkaian wajib haji yang bila ditinggalkan, harus diganti dengan membayar dam (denda) berupa menyembelih seekor kambing.

Dilansir dari berbagai sumber pada Senin (9/6/2025), Media Nusantara Satu telah merangkum merangkum penjelasan tentang kerikil hasil lempar jumrah, sebagai berikut.

Kerikil Hasil Lempar Jumrah

Kerikil yang digunakan untuk melempar jumrah dalam ibadah haji tidak dibiarkan berserakan setelah dilempar. Setelah jamaah melemparkan kerikil ke tiang jumrah (Jamarat), kerikil-kerikil tersebut jatuh ke dalam lubang besar di dasar tiang yang dirancang khusus.

Kerikil jatuh ke bawah dan masuk ke dalam sistem saluran bawah tanah di kompleks Jamarat, Mina yang dirancang seperti corong besar. Dari saluran itu, kerikil akan dialirkan menuju tempat penampungan khusus yang berada jauh di bawah kompleks Jamarat.

Setelah musim haji berakhir, petugas dari otoritas Saudi (biasanya dari Kementerian Urusan Haji atau Otoritas Umum untuk Haji dan Umrah) akan mengumpulkan kerikil-kerikil tersebut. Ada sebagian yang didaur ulang untuk digunakan lagi pada musim haji berikutnya atau dibuang dengan cara yang sesuai standar kebersihan dan syariat.

Jamaah tidak diperkenankan mengambil kembali kerikil setelah dilempar karena hal itu bertentangan dengan makna ibadah jumrah sebagai simbol pengusiran setan. Lempar jumrah bukan semata-mata aktivitas fisik, tapi simbol pengusiran godaan setan dan pembaruan niat taat kepada Allah, sebagaimana dilakukan oleh Nabi Ibrahim.

Sejarah Lempar Jumrah Dalam Ibadah Haji

Lempar Jumrah adalah salah satu ritual dalam ibadah Haji yang melibatkan melempar tujuh kerikil ke tiga tiang yang disebut Jumrah. Praktik ini berasal dari sunnah Nabi Ibrahim dan telah menjadi bagian dari pelaksanaan Haji sejak zaman Nabi Muhammad SAW.

Menurut sejarah, ketika Nabi Ibrahim diperintahkan Allah untuk mengorbankan putranya, Nabi Isma’il, sebagai ujian iman, setan mencoba menggoda Nabi Ibrahim agar tidak mematuhi perintah Allah. Untuk menolak godaan tersebut, Nabi Ibrahim melempar batu pada setan tiga kali. Oleh karena itu, dalam ibadah Haji, para jamaah juga melempar batu pada tiga tiang yang melambangkan tiga tempat di mana setan mencoba menggoda Nabi Ibrahim.

Lempar Jumrah menjadi simbol penolakan terhadap godaan dan pengorbanan diri dalam menaati perintah Allah. Ritual ini dilaksanakan pada hari-hari tertentu di Mina selama ibadah Haji.

Setelah ritual Tawaf mengelilingi Ka’bah dan Sa’i antara bukit Shafa dan Marwah, wukuf di Arafah serta mabit di Muzdalifah, para jamaah Haji akan menuju Mina untuk melaksanakan ritual Lempar Jumrah. Mina merupakan daerah yang berdekatan dengan Mekah dan menjadi tempat beristirahat sementara bagi para jamaah sebelum melanjutkan ibadah Haji.

Ritual Lempar Jumrah terdiri dari tiga tahap. Pada hari pertama, jamaah melempar tujuh kerikil ke Jumrah Al-Aqabah. Kemudian, pada hari kedua, mereka melempar kerikil ke Jumrah Ula, Al-Wusta dan al-Aqabah masing-masing tujuh kali. Dan pada hari ketiga sama seperti ritual di hari kedua.

Lempar Jumrah merupakan bagian penting dalam rangkaian ibadah Haji yang mengingatkan para jamaah akan komitmen dan keteguhan iman seperti yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim. Setelah menyelesaikan ritual Lempar Jumrah, para jamaah melanjutkan ibadah Haji dengan melaksanakan Tawaf Ifadah dan Sa’i di antara bukit Shafa dan Marwah kembali, sebelum akhirnya kembali ke Mina untuk menghabiskan waktu di sana sebelum kembali ke Mekah dan menyelesaikan ibadah Haji mereka dengan Tawaf Wadaa’.

Ritual Lempar Jumrah adalah momen bersejarah bagi para jamaah Haji, yang mengingatkan mereka tentang ketaatan, pengorbanan, dan keimanan Nabi Ibrahim. Ia mengajarkan nilai-nilai kesabaran, keteguhan hati, dan pengabdian kepada Allah yang tetap relevan hingga saat ini dalam pelaksanaan ibadah Haji.

 

Berita Terkait