
Berdasarkan aturan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021, setiap individu maupun pelaku usaha yang memutar lagu atau musik untuk kepentingan komersial di ruang publik wajib membayar royalti.
Kewajiban ini mencakup berbagai sektor, mulai dari restoran, kafe, pub, bar, bistro, klub malam, dan diskotek, hingga penyelenggara seminar komersial, konser, dan pameran.
Bioskop, transportasi umum seperti pesawat, bus, kereta api, dan kapal laut, juga termasuk dalam daftar.
Bahkan, hotel, pusat perbelanjaan, bank, kantor, fasilitas karaoke, hingga lembaga penyiaran TV dan radio masuk kategori pengguna komersial yang harus taat aturan.Uniknya, bukan hanya musik yang terkena aturan ini. Rekaman suara alam seperti kicauan burung juga termasuk objek royalti, karena dianggap sebagai karya produser fonogram.
Perlu dicatat, langganan layanan streaming pribadi seperti Spotify atau YouTube Premium tidak otomatis memberikan izin untuk pemutaran di ruang komersial.
Penggunaan musik di ruang usaha tetap memerlukan lisensi dari LMKN.
LMKN bertugas mengelola lisensi, mengumpulkan royalti, dan menyalurkan dana tersebut kepada pencipta, pemilik hak cipta, serta pihak terkait.
Transparansi menjadi prinsip utama dalam proses pendistribusian.
Kesimpulannya, siapa pun yang memanfaatkan musik di ruang publik komersial — dari restoran hingga hotel — wajib membayar royalti sesuai ketentuan LMKN dan PP 56/2021.
Pelanggaran terhadap aturan ini berpotensi memunculkan sanksi hukum.