
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri mengatakan perseroannya membukukan pendapatan sebesar Rp 672 triliun per Juli 2025. Menurut dia, kinerja keuangan di Pertamina saat ini masih positif di tengah tekanan penurunan harga minyak dunia.
Simon menjelaskan, Pertamina berupaya menghadapi berbagai tantangan global untuk menjaga kinerja keuangan yang positif di semester pertama tahun ini. “Meskipun menghadapi penurunan parameter yang signifikan pada harga minyak mentah, diesel atau solar, dan kurs dolar AS dibandingkan dengan periode 2024,” ujar Simon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 11 September 2025.
Simon menyampaikan bahwa Pertamina menjadi yang paling tinggi di antara perusahaan pelat merah lainnya dalam berkontribusi kepada negara melalui pajak, dividen, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Hingga Juli 2025, kata Simon, kontribusi tersebut telah mencapai Rp 225,6 triliun.
Kemudian pada sisi operasionalnya, Pertamina mencatat beberapa capaian, mulai dari temuan cadangan minyak dan gas baru sebesar 724 juta barrel oil equivalent di wilayah Kerja Rokan. Ada pula produksi sustainable aviation fuel pertama di Asia Tenggara dengan kapasitas 9 ribu barel per hari. Selain itu proyek revitalisasi tanki Arun dengan kapasitas 127.200 m³, yang ditargetkan selesai pada 2025.
Simon juga mengumumkan bahwa Pertamina saat ini telah mengoperasikan pembangkit listrik tenaga panas bumi Lumut Balai dengan kapasitas 800 GWh. Langkah ini menyusul peluncuran Pertamax Green 95 di 160 outlet dengan volume penjualan 4,83 ribu kiloliter sampai dengan Juli 2025.
Soal langkah Pertamina ke depan, Simon mengatakan bakal fokus kepada lini bisnis utama dalam sektor minyak, gas, dan energi terbarukan. Sejumlah unit bisnis lain, semisal maskapai penerbangan, berpotensi dilepas untuk merger dengan Garuda Indonesia.
Menurut Simon, Pertamina sedang menjajaki kerja sama merger antara dua maskapai tersebut. “Kami selanjutkan akan fokus pada core bisnis Pertamina. Beberapa usaha akan kami spin off dan mungkin di bawah koordinasi dari Danantara,” katanya.
Pelita Air merupakan anak usaha Pertamina yang bergerak di bidang penerbangan komersial berjadwal dengan layanan medium, dan penerbangan tidak berjadwal untuk kebutuhan bisnis dan pemerintah. Wacana merger Pelita Air dengan Garuda Indonesia pun telah ramai diperbincangkan sejak awal tahun ini.
Sebelumnya PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mengakui telah menjajaki aksi korporasi merger dengan Pelita Air. Manajemen Garuda mengatakan rencana merger ini masih di tahap diskusi awal. “Terkait langkah penjajakan aksi korporasi tersebut saat ini masih dalam tahap diskusi awal dengan pihak-pihak terkait,” kata manajemen Garuda dalam keterbukaan informasi di situs Bursa Efek Indonesia.