
Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang baru disahkan oleh DPR resmi melarang menteri dan wakil menteri untuk rangkap jabatan sebagai komisaris BUMN. Larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wakil menteri itu berlaku paling lama dua tahun setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 128/PUU-XXIII/2025, yang dibacakan pada Kamis (28/8/2025).
Hal tersebut disampaikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini saat menyampaikan pandangan Presiden Prabowo Subianto terhadap revisi UU BUMN, dalam Rapat Paripurna ke-6 DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026, pada Kamis (2/10/2025).
“Ketentuan mengenai rangkap jabatan menteri dan wakil menteri sebagai organ BUMN berlaku paling lama dua tahun terhitung sejak putusan Mahkamah Konstitusi yang terkait dengan rangkap jabatan menteri dan wakil menteri diucapkan,” ujar Rini, Kamis (2/10/2025).
Selain itu, UU BUMN yang baru juga mengatur bahwa karyawan BUMN dapat menduduki jabatan direksi, dewan komisaris, atau jabatan manajerial lain di BUMN.
“Dengan mendasarkan kepada kesetaraan gender,” ujar Rini. Dalam forum yang sama, Ketua Komisi VI DPR Anggia Ermarini menyampaikan laporan yang sama bahwa menteri dan wamen kini dilarang rangkap jabatan di BUMN. “Pengaturan terkait larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wakil menteri pada direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN sebagai tindak lanjut putusan MK Nomor 228/PUU-XXIII/2025,” ujar Anggia.
Poin penting lain dari UU BUMN yang baru adalah berubahnya nomenklatur Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan (BP) BUMN. Selanjutnya, adanya penghapusan ketentuan anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.
“Penataan posisi dewan komisaris pada holding investasi dan holding operasional yang diisi oleh kalangan profesional,” ujar Anggia.