Rabu, 26 November 2025

Mengapa Orang Kaya Makin Kaya, Ini Penjelasannya

Ilustrasi orang kaya

 

Jurang ekonomi antara orang kaya dan kelas menengah semakin menganga. Banyak orang yang berada di kelas menengah berkeluh-kesah, hidupnya terasa semakin berat dan serba pas-pasan.

Meski sudah bekerja keras dan bersusah payah, tetapi warga kelas menengah tetap sulit menjadi kaya raya. Di lain sisi, mereka yang berada di kelas justru sangat mudah menjadi semakin kaya.

Struktur finansial global memang tidak dirancang dengan niat jahat atau teori konspirasi, tetapi mekanismenya secara alami menguntungkan pemilik aset, bukan pencari nafkah.

Berikut sepuluh alasan yang menjelaskan mengapa orang kaya terus melaju, sedangkan kelas menengah berjalan di tempat, seperti dikutip dari Newtrader U.

1. Bunga Berbunga: Sahabat Aset, Musuh Utang

Kekuatan bunga berbunga (compound interest) adalah hukum alam dalam dunia keuangan. Bagi yang memiliki modal, bunga berbunga mempercepat pertumbuhan aset, investasi di saham, properti, atau bisnis terus bertambah tanpa tambahan tenaga. Sebaliknya, bagi kelas menengah, bunga berbunga sering menjadi jebakan. Cicilan rumah, kartu kredit, atau pinjaman kendaraan membuat mereka membayar bunga atas bunga. Orang kaya berutang untuk membeli aset yang nilainya naik, sedangkan kelas menengah berutang untuk barang yang nilainya turun.

2. Pajak yang Lebih Berat bagi Pekerja

Di banyak negara, pajak tenaga kerja lebih tinggi daripada pajak untuk pemilik modal. Karyawan bergaji tetap membayar pajak dari gaji kotor mereka, sedangkan mereka yang memiliki saham atau properti bisa menunda kewajiban pajaknya sampai aset dijual. Artinya, seseorang dengan penghasilan Rp30 juta sebulan bisa kehilangan sebagian besar untuk pajak, sedangkan pemilik aset bernilai miliaran menikmati kenaikan nilai tanpa potongan pajak langsung.

3. Rumus Hidup: 4 Persen vs 50 Persen

Orang kaya dapat hidup dari hasil investasi, menarik 4 persen dari asetnya setiap tahun tanpa mengurangi pokok modal. Sebaliknya, kelas menengah harus menyisihkan hingga 50 persen pendapatan mereka untuk pajak, cicilan, dan kebutuhan pokok, menyisakan sedikit ruang untuk menabung atau berinvestasi.

4. Ketimpangan Akses terhadap Utang

Bank memperlakukan peminjam kaya dan menengah dengan cara yang sangat berbeda. Mereka yang memiliki jaminan besar bisa meminjam dengan bunga rendah, bahkan untuk membeli aset baru. Sementara itu, bagi kelas menengah, utang seringkali digunakan untuk konsumsi dan bunga tinggi justru mempersempit ruang gerak finansial. Leverage menjadi pengungkit kekayaan bagi yang sudah mapan, tetapi jebakan bagi mereka yang baru berjuang.

5. Kesabaran yang Menghasilkan Uang

Orang kaya bisa menunggu. Mereka tidak panik ketika pasar saham turun, justru mereka membeli saat harga murah. Sebaliknya, banyak pekerja menengah menjual aset saat krisis karena butuh uang tunai. Kesabaran, dalam dunia finansial, adalah bentuk kekuatan yang hanya dimiliki mereka yang punya cukup waktu dan cadangan modal.

6. Perangkap Dua Penghasilan

Keluarga kelas menengah sering hidup dari dua gaji dan itu terlihat besar di atas kertas. Namun, setelah dikurangi pajak, biaya transportasi, pendidikan, dan kebutuhan harian, sisa bersihnya jauh dari kata sejahtera. Kehilangan satu penghasilan saja bisa mengguncang stabilitas keuangan rumah tangga. Sementara itu, keluarga dengan investasi dan aset produktif tetap memiliki sumber pendapatan pasif, bahkan saat tidak bekerja.

7. Nilai Pendidikan yang Tak Sama

Bagi keluarga menengah, pendidikan adalah pengorbanan finansial besar yang sering disertai utang. Namun bagi keluarga kaya, pendidikan adalah akses ke jaringan sosial dan peluang bisnis. Mereka tak sekadar membeli ilmu, tetapi membuka pintu kekuasaan dan modal sosial yang nilainya jauh lebih tinggi daripada sekadar ijazah.

8. Inflasi: Pajak yang Tak Terlihat

Kelas menengah paling merasakan dampak inflasi. Tabungan di bank dengan bunga 2–3 persen kalah jauh dari kenaikan harga barang yang bisa mencapai 5 persen. Nilai uang terus menyusut, sedangkan pemilik aset justru menikmati keuntungan karena nilai properti, saham, dan bisnis mereka naik mengikuti inflasi.

9. Waktu yang Bekerja untuk Pemilik Modal

Bagi pekerja bergaji, waktu adalah uang. Jika berhenti bekerja, penghasilan berhenti. Bagi pemilik modal, uang bekerja tanpa henti. Mereka menghasilkan dividen, sewa, dan keuntungan bahkan ketika tidur atau berlibur. Inilah titik di mana jurang kekayaan melebar secara eksponensial.

10. Kecepatan Perputaran Uang

Uang orang kaya tidak pernah diam. Setiap pendapatan dari aset diinvestasikan kembali, menciptakan lingkaran pertumbuhan tanpa akhir. Sebaliknya, uang kelas menengah mengalir cepat untuk kebutuhan, tagihan, dan cicilan, habis sebelum sempat berkembang.

Mencari Jalan Keluar dari Siklus

Sistem ekonomi tidak sepenuhnya “curang”, tetapi memang berpihak pada mereka yang sudah memiliki modal. Orang kaya tidak selalu bekerja lebih keras, tetapi uang mereka bekerja lebih cerdas. Kelas menengah sering kali bukan boros, melainkan terperangkap dalam sistem di mana pajak, bunga, dan inflasi memakan penghasilan mereka perlahan-lahan.

Mencari Jalan Keluar dari Siklus Sistem ekonomi tidak sepenuhnya “curang”, tetapi memang berpihak pada mereka yang sudah memiliki modal. Orang kaya tidak selalu bekerja lebih keras, tetapi uang mereka bekerja lebih cerdas. Kelas menengah sering kali bukan boros, melainkan terperangkap dalam sistem di mana pajak, bunga, dan inflasi memakan penghasilan mereka perlahan-lahan.

Kuncinya bukan iri, melainkan memahami mekanisme ini, dan mulai beralih dari bekerja untuk uang menjadi memiliki uang yang bekerja untuk kita. Langkah kecil seperti menabung di instrumen produktif, berinvestasi secara disiplin, atau membangun aset bisa menjadi awal untuk keluar dari lingkaran stagnasi finansial.

Sebab di dunia yang makin cepat berputar ini, mereka yang tak memanfaatkan sistem justru akan terjebak di dalamnya.

Berita Terkait