Sabtu, 26 April 2025

Jika 1 Dolar AS Menyentuh 17 Ribu, Apa Saja Dampaknya ?

Petugas menunjukan uang rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta Petugas menunjukan uang rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta

 

Dampak pengenaan tarif resiprokal (timbal-balik) yang diterapkan Amerika Serikat (AS) pada Indonesia, diperkirakan bakal membuat kurs mata uang rupiah terhadap dolar AS kian lemah. Sebelum kebijakan AS diterapkan saja, kurs  rupiah sudah lemah. Rata-rata sekitar Rp 16.500 per dolar.

Kini, ditambah lagi dengan kebijakan Presiden AS Donald Trump tersebut, maka beberapa pengamat pun memperkirakan rupiah semakin tertekan. Bisa menyentuh angka Rp 17.000 atau bahkan lebih per dolar AS.

Ketika nilai tukar rupiah terhadap dolar AS itu terus melemah, misalnya mencapai Rp17.000 per USD, boleh jadi banyak orang berpikiran salah kaprah. “Ah, saya tidak punya dolar, jadi tidak berpengaruh ke saya,” pikir mereka. Ini kerap menjadi kesalahpahaman yang cukup umum dan bisa menyesatkan

Kendati seseorang tidak memegang atau menyimpan mata uang dolar secara langsung, pelemahan rupiah tetap membawa dampak nyata terhadap kehidupan sehari-hari. Mengapa demikian? Karena perekonomian Indonesia, seperti banyak negara lainnya, sangat terhubung dengan aktivitas perdagangan internasional dan fluktuasi nilai tukar mata uang.

Berikut penjelasan sederhananya:

  • Barang Impor Jadi Lebih Mahal

Banyak kebutuhan sehari-hari yang sebenarnya merupakan barang impor, atau mengandung komponen impor—dari gadget, kendaraan bermotor, obat-obatan, hingga bahan baku makanan. Ketika rupiah melemah, biaya pembelian barang-barang ini dari luar negeri meningkat, dan ujungnya harga jual di dalam negeri ikut naik.

Misalnya, harga HP, laptop, atau iPhone bisa melonjak. Harga kedelai impor naik, maka harga tahu-tempe pun ikut terdongkrak.

  • Biaya Produksi Domestik Ikut Naik

Produsen lokal yang mengandalkan bahan baku impor harus membayar lebih mahal dalam rupiah untuk membeli bahan yang sama. Ini membuat biaya produksi meningkat, dan biasanya dibebankan kepada konsumen dalam bentuk harga jual yang lebih tinggi.

  • Inflasi Melonjak, Daya Beli Menurun

Ketika harga-harga naik, inflasi terjadi. Bagi masyarakat, terutama yang berpendapatan tetap, nilai uang mereka jadi berkurang. Dengan jumlah uang yang sama, daya beli menurun—barang yang dulu bisa dibeli, kini jadi terasa lebih mahal.

  • Harga BBM dan Energi Bisa Naik

Meski Indonesia memproduksi sebagian BBM sendiri, tetapi ada porsi besar yang berasal dari impor. Harga minyak dunia ditentukan dalam dolar, begitu juga dengan LNG dan batu bara dalam perdagangan internasional. Jika rupiah melemah, beban impor energi meningkat, dan pemerintah bisa menyesuaikan harga BBM atau tarif listrik.

  • Biaya Pendidikan dan Wisata ke Luar Negeri Meningkat

Bagi yang punya rencana sekolah atau liburan ke luar negeri, pelemahan rupiah sangat terasa. Biaya kuliah, tiket pesawat, hingga akomodasi jadi lebih mahal karena semuanya dihitung dalam dolar atau mata uang asing lainnya. Termasuk biaya ibadah haji dan umrah.

  • Utang Luar Negeri Lebih Berat

Pemerintah atau perusahaan yang punya utang dalam dolar harus bayar lebih banyak rupiah. Misalnya, utang 1 juta dolar dulu hanya bayar Rp 14 miliar karena kurs rupiah terhadap dolar hanya Rp 14.000, kalau rupiah melemah maka beban pembayaran utang makin berat. Sebut saja satu dolar menjadi Rp 17.000, maka jumlah utang menjadi Rp 17 miliar. Dengan demikian, bisa bikin negara atau perusahaan kesulitan. Alokasi anggaran yang semestinya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan publik seperti pembangunan, subsidi, bantuan dan sejenisnya, bisa saja teralihkan. Imbasnya, potensi jurang kesenjangan sosial makin lebar. Beban berat perusahaan pun bisa berujung efisiensi dengan mengurangi tenaga kerja atau PHK.

  • Harga Sembako Bisa Ikut Naik

Banyak pupuk, obat tanaman, atau alat pertanian masih impor. Kalau harganya naik, petani dan petambak, bisa terkena dampak. Akhirnya, harga-harga beras, cabai, atau sayur bisa ikut mahal.

  • Turis Asing Malas ke Indonesia

Selama ini, cukup banyak wisatawan mancanegara menikmati destinasi wisata di Indonesia. Karena rupiah melemah, maka liburan di Indonesia pun menjadi lebih mahal buat bule karena dolar mereka sedikit ketika ditukar ke rupiah.

Jadi, tidak memiliki dolar secara langsung bukan berarti kebal terhadap dampak pelemahan rupiah. Sebagai konsumen, pekerja, atau pelaku usaha, kondisi nilai tukar akan menyentuh berbagai aspek kehidupan. Karenanya, penting untuk memahami bahwa stabilitas nilai tukar adalah isu bersama, bukan hanya milik pelaku pasar atau eksportir-imporir saja.

Kini, mesti benar-benar bijak dalam merencanakan keuangan, terutama saat rupiah berada di posisi lemah.

Berita Terkait