
Festival Film Indonesia (FFI) 2025 mengusung tema ‘Puspawarna Sinema Indonesia’. Apa yang baru dari ajang penganugerahan terhadap industri film tahun ini?
Satu yang pasti adalah logo FFI 2025 berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Ya, logo baru ini hadir dengan siluet bunga khas Nusantara. Hal tersebut menegaskan posisi FFI 2025 sebagai taman yang menaungi seluruh elemen sinematik para sineas-sineas terbaiknya.
Ario Bayu, Ketua Komite FFI 2025, mengatakan tahun ini juga ada jajaran komite baru yang akan membantunya menyeleksi film terbaik dan mengampanyekan film Indonesia. Diharapkan ini bisa membuat FFI 2025 menjadi jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
“Tahun ini sedikit lebih spesial bagi Festival Film Indonesia, kami ada komite baru,” kata Ario dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (1/7/2025).
Di kesempatan itu, Ario Bayu menerangkan kalau saat ini orang-orang Indonesia sudah menikmati film Indonesia, cerita Indonesia, karya Indonesia. Menurut data, sudah ada 43 juta penonton yang menyaksikan film Indonesia.
Hal tersebut membuktikan bahwa karya film Indonesia semakin baik dari segi kualitas gambar dan cerita. Karenanya, Ario mengatakan FFI sudah dalam tahap tak lagi perlu upaya keras dalam mempromosikan film Indonesia kepada masyarakat.
“Jadi FFI bukan lagi hadir untuk berupaya mempromosikan film-film Indonesia, mempromosikan narasi Indonesia. Harapannya tentu untuk tetap menjaga kreativitas,” ujarnya.
Untuk FFI 2025, Ario mengungkapkan sistemnya masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Sebab, sistem tersebut dianggap sudah sangat cocok untuk memilih karya film Indonesia terbaik dari yang terbaik.
“Kami masih memakai framework yang sama seperti tahun lalu. Ada 4 tahap penjurian, yaitu pertama fase tim bersama tim kuratorial, yang kedua ada akademi citra. Ketiga ada tim penjurian, baru itu tahap terakhir yang nanti bersama juri-juri yang kami pilih,” ucapnya.
FFI 2025 juga memberlakukan pemilihan yang melibatkan masyarakat Indonesia. Namun, film yang bisa dinilai harus sudah tayang di Indonesia karena mereka dapat melakukan penilaian apabila sudah menyaksikan film tersebut.
“Untuk voting itu harus dari 20 besar, dan syaratnya itu harus sudah tayang. Karena kan mereka vote harus sudah nonton filmnya. Jadi jangan atas dasar siapa yang main,” ungkap Ketua Komite Pembina Prilly Latuconsina.
Prilly melanjutkan, “Kami ingin adil, yang bisa di-vote adalah film-film yang sudah tayang dan dari 20 besar yang sudah dikurasi oleh asosiasi”.