
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim dijadwalkan memimpin perundingan gencatan senjata Thailand-Kamboja yang digelar di Malaysia, Senin (28/7/2025). Pertemuan ini bertujuan mengakhiri perang Thailand-Kamboja yang meletus di perbatasan kedua negara sejak pekan lalu. Pertemuan tingkat tinggi ini juga mendapat dukungan dari Amerika Serikat (AS) dan China. Kedua negara besar tersebut menyatakan siap membantu dalam proses mediasi dan penyelesaian damai.
“Jadi, saya sedang membahas parameternya, kondisinya, tetapi yang penting adalah gencatan senjata segera,” kata Anwar Ibrahim seperti dikutip kantor berita Bernama, Minggu (27/7/2025) malam. Anwar sebelumnya mengusulkan perundingan setelah bentrokan di perbatasan pecah pada Kamis (24/7/2025).
Pemerintah Kamboja dan Thailand kemudian sepakat untuk duduk bersama di meja negosiasi. Malaysia sebagai Ketua ASEAN tahun ini, ditunjuk sebagai tuan rumah perundingan.
Dukungan Internasional
Amerika Serikat (AS) turut mengirimkan pejabat tinggi Kementerian Luar Negeri ke Malaysia sebagai bentuk dukungan terhadap proses perdamaian. “Kami ingin konflik ini berakhir sesegera mungkin,” ujar Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dalam pernyataan resmi yang dirilis Minggu malam waktu Washington dan Senin pagi waktu Asia, dikutip dari Reuters.
Rubio juga memastikan keterlibatan langsung tim diplomatik AS dalam pembicaraan tersebut. “Para pejabat Departemen Luar Negeri berada di Malaysia untuk membantu upaya perdamaian ini,” imbuhnya. Pihak Kamboja sebelumnya menyambut baik partisipasi internasional dalam mediasi, termasuk dari AS dan China. Sementara Thailand menyatakan lebih memilih pendekatan bilateral, tetapi tidak menolak keterlibatan pihak ketiga dalam prinsip.
Korban tewas lebih dari 30
orang Konflik Thailand-Kamboja kali ini menjadi yang terburuk dalam lebih dari satu dekade terakhir. Bentrokan perbatasan meletus pada Kamis (24/7/2025), setelah tewasnya seorang tentara Kamboja dalam peristiwa baku tembak pada akhir Mei 2025. Ketegangan antara kedua negara terus meningkat, dengan masing-masing pihak mengerahkan pasukan tambahan ke wilayah perbatasan.
Hingga kini, korban jiwa dilaporkan telah melebihi 30 orang, termasuk lebih dari 20 warga sipil. Pihak berwenang juga melaporkan bahwa lebih dari 200.000 warga sipil telah dievakuasi dari wilayah perbatasan demi alasan keamanan.
Krisis ini memperkeruh situasi politik domestik di Thailand yang tengah menghadapi instabilitas pemerintahan koalisi.
Di tengah tekanan tersebut, upaya gencatan senjata yang difasilitasi oleh Malaysia dinilai sebagai peluang penting untuk meredakan konflik dan mencegah eskalasi lebih lanjut di kawasan Asia Tenggara.