
Pemerintah Kamboja menyampaikan apresiasi terbuka kepada Presiden Amerika Serikat Donal Trump atas kebijakan tarif impor yang relatif ringan untuk negaranya, yakni 19 persen dibandingkan awal 49 persen.
Wakil Perdana Menteri Sun Chanthol menyebut tarif 19 persen sebagai penyelamat bagi sektor garmen dan alas kaki, tulang punggung ekonomi Kamboja yang tengah rapuh.
Tarif Turun Drastis Berkat Lobi Langsung
Dalam pernyataannya, Chanthol mengungkapkan tarif awal yang dikenakan AS terhadap produk Kamboja sempat berada di angka 49 persen, lalu turun ke 36 persen, hingga akhirnya disepakati menjadi 19 persen berkat negosiasi intensif dan intervensi langsung Trump.
Pertama-tama, saya ingin berterima kasih kepada Presiden Trump karena telah memberikan tarif yang kompetitif dibandingkan dengan negara-negara tetangga kami,” ujar Chanthol, kepada Reuters, Jumat (1/8/2025).
Chanthol secara gamblang menegaskan, tanpa penyesuaian tarif, sektor manufaktur garmen dan alas kaki Kamboja akan runtuh.
Industri ini mempekerjakan hampir 1 juta buruh, mayoritas perempuan, yang menjadi tulang punggung bagi jutaan anggota keluarga di negara berpenduduk 17,6 juta jiwa itu.
Perbedaan tarif 16 persen, lanjut dia, bisa menyebabkan produsen kabur ke Indonesia atau Vietnam. Kamboja masih bisa bersaing jika selisih tarif hanya 5 persen,” ujarnya.
Ekspor Kamboja Bergantung pada Pasar AS
Kamboja saat ini memiliki surplus perdagangan yang besar dengan AS. Pada 2024, ekspor Kamboja ke AS mencapai hampir 10 miliar dolar atau 37,9 persen dari total ekspor nasional. Produk utamanya adalah tekstil dan sepatu.
Kondisi ini menjadikan tarif dagang sebagai isu strategis yang sangat sensitif. Bagi Phnom Penh, kelonggaran tarif dari AS bukan sekadar keuntungan dagang, melainkan penyelamat ekonomi nasional.
Beli Pesawat Boeing demi Ekspor Tekstil
Sebagai imbalan atas pengurangan tarif, Kamboja sepakat membeli 10 pesawat Boeing 737 MAX 8 untuk maskapai nasional Air Cambodia, dengan opsi tambahan 10 pesawat lagi.
Chanthol menyebutnya sebagai bagian dari pendekatan “win-win” dalam diplomasi perdagangan.
Keputusan Trump menurunkan tarif menjadi 19 persen bukan hanya soal angka, tapi menyelamatkan jutaan rakyat Kamboja dari jurang kemiskinan baru.
Di tengah persaingan ketat manufaktur regional, sedikit kelonggaran tarif bisa jadi pembeda antara kelangsungan dan kehancuran industri. Bagi Kamboja, ini bukan soal preferensi dagang, tapi bertahan hidup.