
Presiden Amerika Serikat (AS) Donal Trump, Rabu (3/6/2025), tak hanya meneken proklamasi menangguhkan visa mahasiswa baru Universitas Harvard, tapi juga larangan masuk terhadap warga dari 12 negara.
Langkah tersebut diklaim bertujuan untuk melindungi AS dari ancaman teroris asing serta keamanan lainnya. Salah satu dari negara itu berada di Asia Tenggara, yakni Myanmar. Seperti diketahui Myanmar dilanda perang saudara sejak 2021, pasca-penggulingan Aung San Suu Kyi.
Secara keseluruhan, negara-negara yang terkena dampak adalah Afghanistan, Myanmar, Chad, Kongo, Guinea Ekuatorial, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman. Selain itu AS juga membatasi dengan ketat masuknya warga dari tujuh negara, yakni Burundi, Kuba, Laos, Sierra Leone, Togo, Turkmenistan, dan Venezuela.
“Kami tidak akan mengizinkan orang memasuki negara ini karena ingin menyakiti kami,” kata Trump, dalam video pernyataan yang di-posting di akun media sosial X, seperti dilaporkan kembali Reuters, Kamis (5/6/2025).
Dia menambahkan, daftar tersebut bersifat dinamis, bisa direvisi termasuk ada penambahan negara.
Trump mengatakan negara-negara yang menjadi sasaran dianggap sebagai tempat berlindung teroris dalam skala besar. Dia juga menuduh pemerintahan negara-negara tersebut gagal bekerja sama dalam menegakkan keamanan visa serta tidak mampu memverifikasi identitas pelancong, pencatatan riwayat kriminal, serta tingginya angka pelanggaran visa di AS.
“Kita tidak bisa melakukan (kerja sama) imigrasi terbuka dengan negara mana pun yang tidak bisa kita cek dan skrining dengan aman dan andal,” kata Trump.
Dia lalu mencontohkan insiden di Boulder, Colorado, pada Minggu. Seorang pria melemparkan bom Molotov ke kerumunan demonstran pro-Israel. Seorang warga Mesir, Mohamed Sabry Soliman, didakwa atas serangan tersebut. Pejabat AS menyebut Soliman telah melanggar masa berlaku visa turis serta izin kerjanya juga telah kedaluwarsa.
Proklamasi tersebut berlaku sejak 9 Juni 2025 pukul 12.01. Visa dari semua negara yang dikeluarkan sebelum tanggal tersebut tidak akan dicabut.
Ini bukan kebijakan mengejutkan yang dibuat Trump. Saat menjabat presiden pada periode pertama, Trump mengumumkan larangan masuk bagi pelancong dari tujuh negara berpenduduk mayoritas Muslim. Kebijakan itu mengalami beberapa kali perubahan sebelum akhirnya diberlakukan oleh Mahkamah Agung pada 2018.
Penerus Trump, Joe Biden, kemudian mencabut larangan tersebut pada 2021 dengan menyebutnya sebagai noda pada hati nurani bangsa.