Rabu, 26 November 2025

Piyu Tegaskan Pentingnya Kepastian Hukum Bagi Para Pencipta Lagu

Ketua Umum AKSI, Piyu Padi saat ditemui beberapa waktu lalu di Studio Dewa 19

 

Musisi sekaligus perwakilan Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI), Piyu, menegaskan pentingnya negara memberikan kepastian hukum yang jelas bagi para pencipta lagu di Indonesia.

Hal itu disampaikan Piyu saat menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) antara AKSI, VISI, dan Badan Legislasi DPR RI dalam rangka pembahasan revisi Undang-Undang Hak Cipta.

“Hari ini adalah salah satu momen yang krusial untuk perjuangan AKSI. Karena ini adalah saat kita untuk memberikan pendapat, memberikan usulan, memberikan pemaparan kepada DPR bagaimana seharusnya Undang-Undang Hak Cipta itu melindungi pencipta lagu,” ujar Piyu di DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/11/2025).

Piyu menilai, meskipun Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Hak Cipta, implementasinya di lapangan masih jauh dari ideal.

Banyak pencipta lagu, kata Piyu, yang belum merasakan perlindungan dan kesejahteraan sebagaimana mestinya.

“Sebenarnya kita sudah punya Undang-Undang Hak Cipta, tetapi ternyata implementasinya banyak yang salah, tidak sesuai sasaran. Sehingga artinya banyak pencipta yang masih banyak belum sejahtera, masih banyak yang belum mendapatkan keadilan,” ucap Piyu.

Dalam pertemuan tersebut, AKSI diwakili oleh lima anggota, termasuk Piyu, Badai, Dodhy Nur, dan Ari Bias. Mereka menyampaikan sejumlah rekomendasi agar revisi Undang-Undang Hak Cipta lebih berpihak pada pencipta dan mendorong sistem yang lebih adil dalam ekosistem musik nasional.

Ari Bias, yang turut hadir, menyebut pertemuan kali ini sebagai langkah penting untuk memperbaiki tata kelola hak cipta musik di Indonesia.

“Hari ini pertama kalinya kami ikut RDP dengan Badan Legislasi DPR. Kami ingin menyampaikan rekomendasi terbaik agar ke depan tidak ada lagi kesemrawutan seperti sebelumnya,” ujar Ari Bias. Piyu menambahkan bahwa perjuangan AKSI murni untuk kepentingan para pencipta lagu, bukan untuk pihak lain.

“AKSI itu sudah jelas, sudah kita sudah tinggal lurus, sudah ke samping ke kiri ke kanan, bahwa kita ingin berjuang buat para pencipta lagu. Bukan buat siapa-siapa, karena memang ini adalah apa namanya, sebenarnya sudah amanat dari Undang-Undang Hak Cipta juga dan juga amanat dari Undang-Undang Dasar 1945 bahwa kita bisa harus berkeadilan di negara ini untuk semua masyarakat,” tutur Piyu.

Adapun sejumlah musisi yang terbagi dalam dua pandangan berbeda, AKSI (Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia) dan VISI (Vibrasi Suara Indonesia) menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada Selasa (11/11/2025).

Kehadiran AKSI dan VISI ini untuk menyampaikan aspirasi mereka. Hal menandai langkah serius para musisi untuk mencari titik temu dalam revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Sebelumnya, Anggota DPR dari Fraksi PDI-P Lasarus menyampaikan, Badan Legislasi (Baleg) DPR akan mempertemukan perwakilan musisi yang tergabung dalam Vibrasi Suara Indonesia (Visi) dengan Asosiasi Komposer Indonesia (Aksi) dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada Selasa (11/11/2025).

Lasarus menyebutkan, RDPU itu akan menjadi forum pembahasan teknis dan substansi menyangkut revisi Undang-Undang tentang Hak Cipta yang saat ini tengah digodok.

“Besok Baleg sudah mengagendakan RDPU jam 1 siang. Akan mengundang teman-teman dari Visi, Pak Ariel dan kawan-kawan, kemudian dari teman-teman Aksi dan Asiri (Aliansi Industri Rekaman Musik Indonesia Bersatu),” ujar Lasarus seusai menerima audiensi Visi di Gedung DPR RI, Senin (10/11/2025).

Audiensi antara Fraksi PDI-P dan Aksi ini diikuti oleh sejumlah musisi, antara lain, Armand Maulana, Nazril Irham alias Ariel NOAH, Judika, Vina Panduwinata, hingga Yuni Shara. Lasarus menuturkan, audiensi hari ini digelar untuk mendengarkan sejumlah persoalan mendasar dalam tata kelola royalti yang dirasakan para penyanyi.

Salah satu yang disoroti para penyanyi adalah masalah belum berjalannya transparansi dan distribusi yang belum berjalan secara ideal. “Prinsipnya, yang sudah kami diskusikan tadi, ada sistem yang tidak berjalan dengan baik sehingga royalti itu tidak sampai kepada yang berhak. Titik utamanya di situ,” kata Lasarus.

Dalam pertemuan itu, Visi dan PDI-P juga sependapat tentang perlunya penegasan batas antara pemakaian karya untuk kepentingan komersial dan pemakaian di ruang sosial.

Menurut Lasarus, pembedaan ini penting agar penarikan royalti tidak menimbulkan salah sasaran atau kriminalisasi terhadap pelaku musik yang tampil di ruang publik non-komersial.

Berita Terkait