Jumat, 8 Agustus 2025

Dahlan Iskan Ajukan Tagihan ke Jawa Pos Rp54,5 M

Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan

 

Dahlan Iskan melayangkan gugatan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Jawa Pos Group pada Selasa (1/7/2025). Gugatan tersebut terdaftar di Pengadilan Negeri Surabaya dengan nomor perkara 32/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Sby.

Mengutip Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Surabaya, Dahlan diwakili oleh kuasa hukumnya, Arif Sahudi, dalam gugatan kepada PT Jawa Pos tersebut. Meski demikian, tak ada informasi mendetail terakait tagihan yang diajukan Dahlan dalam gugatan PKPU tersebut.

Terakit hal ini, Kuasa Hukum Jawa Pos Leslie Sajogo memberikan klarifikasi atas gugatan tersebut. Menurutnya, dalam PKPU dimaksud, Dahlan hendak menagih klaim kekurangan pembayaran dividen sebesar Rp 54,5 miliar.

Namun, ia membantah utang yang ditagihkan mantan direktur utama perusahaannya tersebut. “Kami sudah memeriksa catatan keuangan dan berkomunikasi dengan direksi. Tidak ada utang yang jatuh tempo dan bisa ditagih sebagaimana dimaksud dalam permohonan PKPU,” kata Leslie Sajogo dalam keterangan resminya, Kamis (3/7/2025).

Leslie menjelaskan, Dahlan Iskan sampai saat ini memiliki 3,8 persen saham Jawa Pos yang merupakan pemberian dari pemegang saham lainnya. Sedangkan pemegang saham terbesar adalah PT Grafiti Pers dari penerbit Tempo.

“Tidak pernah ada komplain sebelumnya soal dividen. Semuanya diputuskan di forum resmi dan disepakati bersama secara bulat. Kenapa sekarang tiba-tiba muncul gugatan yang melompat-lompat ke tahun-tahun berbeda?” ujarnya.

Ia juga memastikan bahwa seluruh pembagian dividen kepada pemegang saham dilakukan melalui prosedur yang benar, serta sesuai dengan anggaran dasar perusahaan dan persetujuan RUPS.

Karena itu lah, narasi tentang “utang dividen” sangat menyesatkan, karena dividen bukanlah utang komersial yang bisa serta-merta menjadi dasar PKPU.

“PKPU itu mekanisme hukum untuk menangani utang yang nyata, sudah jatuh tempo, dan tidak dibayar. Bukan untuk menyelesaikan perbedaan tafsir tentang dividen yang sudah ditetapkan bertahun-tahun lalu,” jelasnya.

Hal lain yang dianggap keliru dari tindakan Dahlan adalah somasi dan tuntutan pada Jawa Pos untuk mendapatkan akses ke dokumen perusahaan.

Menurut Leslie, tidak ada ketentuan hukum yang membolehkan seorang pemegang saham mengakses seluruh dokumen internal perusahaan tanpa batas. “Hak pemegang saham itu ada pada bahan rapat pemegang saham seperti RUPS, bukan seluruh dokumen operasional. Dokumen perseroan bukan untuk dibuka secara bebas, apalagi digunakan untuk menggugat perusahaan,” tambahnya.

Sebagai informasi, dalam pemberitaan sebelumnya, Dahlan sempat menyatakan bahwa dana yang diperoleh dari permohonan PKPU ke Jawa Pos akan dibagikan kepada “pahlawan pahlawan Jawa Pos”. Leslie menilai pernyataan itu sangat subjektif dan tidak berdasar secara hukum. “Dia tidak punya hak untuk menentukan siapa pahlawan, dan siapa bukan,” tegasnya.

Leslie pun membantah pernyataan yang menyebut pihak Dahlan sudah mencoba menyelesaikan masalah ini secara baik-baik lewat mediasi. Ia menyebut, satu satunya komunikasi hukum yang pernah terjadi adalah tiga kali somasi, dan semuanya sudah dijawab.

“Tidak pernah ada mediasi atau komunikasi langsung. Pak Dahlan tidak pernah datang. Yang datang hanya kuasa hukumnya dengan somasi, sehingga jauh dari terminologi baik baik,” ungkapnya.

Saat ini, PT Jawa Pos masih menunggu surat resmi dari pengadilan terkait permohonan PKPU tersebut. Namun Leslie menegaskan pihaknya siap menghadapi proses hukum dan akan mengambil tindakan tegas jika ditemukan ada pemutarbalikan fakta atau pencemaran nama baik.

“Kami negara hukum. Jika tuduhan tidak berdasar, kami punya hak jawab dan hak gugat,” pungkas Leslie.

Berita Terkait