
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terus melakukan monitoring terhadap pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis(MBG). Mengingat program ini merupakan program prioritas nasional dan diharapkan memberikan efek pengganda ke perekonomian.
“Saya akan lihat pada akhir Oktober 2025 seperti apa, kalau (anggaran) bisa terserap maka tidak (dialihkan), kalau bagus (anggaran) akan ditambah,” ucap Purbaya di Surabaya pada Kamis (2/10/2025).
Pemerintah mengalokasikan anggaran MBG sebesar Rp71 triliun pada tahun 2025 dan melonjak jadi Rp335 triliun pada tahun 2026 Bila Badan Gizi Nasional (BGN) tidak menggunakan anggaran secara optimal maka anggaran MBG akan dialihkan untuk program lain.
Lantaran pemerintah memiliki sejumlah program lain termasuk penyaluran bantuan sosial dan perlindungan sosial yang membutuhkan banyak anggaran besar.
“Kalau nanti kita perkirakan dia enggak terserap sampai akhir Desember, ya dikurangi,” tutur Purbaya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan realisasi anggaran MBG baru mencapai Rp13 triliun per 8 September 2025. Angka ini baru 18,3% dari pagu MBG yang senilai Rp71 triliun. Mayoritas jumlah penerima manfaat MBG berada di Pulau Jawa. Dana tersebut digunakan untuk penyaluran MBG terhadap 22,7 juta penerima yang dilayani 7.644 satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG).
Ekonom Universitas Indonesia Vid Adrison mengatakan program MBG harus dilakukan melalui mekanisme pemetaan mandiri (self targeting). Dimana keluarga siswa yang mendaftarkan diri agar jadi penerima MBG. Dengan demikian maka setiap pihak akan mendapatkan benefit dari pelaksanaan MBG.
Pasalnya bagi masyarakat yang tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya, mereka bisa mendapatkan makan dari MBG sedangkan bagi masyarakat yang sudah bisa mencukupi, mereka bisa memilih yang lain.
“Jadi itu concern kami terkait dengan crowding out dari dana Rp335 triliun ini, ini sangat-sangat besar,” tegas Vid.
Bila pemerintah menjalankan program MBG secara masif maka akan memberikan dampak negatif terhadap ketersediaan pangan di pasar. Sebab pasokan pangan akan teralihkan untuk program MBG. Imbasnya terjadi kelangkaan dan kenaikan harga di pasar.
“Bagi masyarakat miskin, ketika harga makanan naik, itu akan punya dampak yang sangat-sangat besar bagi biaya kehidupan mereka, sehingga bisa saja pemerintah harus mengeluarkan uang yang lebih besar untuk memberikan bantuan,” kata Vid.
Dampak lain penerapan MBG adalah terjadinya kasus keracunan pada masyarakat penerima MBG dan lonjakan jumlah sampah makanan. Untuk menghasilkan makanan layak konsumsi maka butuh tempat penyimpanan hingga pengantaran makanan yang ideal. Hal tersebut membutuhkan ketersediaan sumber daya manusia dan memakan biaya dalam jumlah besar.
“Silahkan dilihat waktu produksi MBG sampai akhirnya dikonsumsi. Hal itu membutuhkan cold storage, delivery unit yang baik, kemudian di sekolah juga harus disimpan dengan baik, sehingga akhirnya bisa dimakan dengan layak. Langkah ini akan membutuhkan biaya yang sangat besar,” tutur Vid.