
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) kini bukan lagi sekadar wacana, melainkan kekuatan transformatif yang tengah mendefinisikan ulang industri real estat global. Dalam ULI Asia Pacific Summit 2025, para pemimpin industri berkumpul untuk membedah bagaimana AI mengubah segalanya, mulai dari lonjakan permintaan pusat data hingga masa depan ruang perkantoran dan peran tenaga kerja.
Diskusi ini menyimpulkan satu hal: bersiaplah untuk masa depan yang lebih ramping dan cerdas, atau tergilas oleh perubahan.
Ancaman Oversupply di Balik Lonjakan Permintaan
Managing Director dari ESR Rui Hua Chang, membuka diskusi dengan menyoroti lonjakan permintaan pusat data yang dipicu oleh “kurva hype AI”.
Perusahaannya dan para pemain infrastruktur lain sedang berlomba memenuhi kebutuhan teknis yang makin canggih. Namun, Chang melontarkan pertanyaan kritis: “Apakah kita sedang menuju oversupply?”
Sejarah industri properti, terutama di segmen perkantoran dan mal, menunjukkan siklus yang sama: lonjakan permintaan diikuti oleh kelebihan pasokan dan keusangan.
Dengan laju inovasi AI yang sangat cepat, risiko ini makin besar. Pusat data yang dibangun dengan standar tertinggi pada tahun 2025 bisa jadi usang pada tahun 2026.
Tantangan bagi pengembang properti adalah tidak hanya memprediksi puncak permintaan, tetapi juga menyiapkan aset fisik agar tetap relevan di tengah teknologi yang terus melompat.
AI Bukan Sekadar Alat, Tapi “Rekan Kerja Digital”
Di sisi lain, Raymond Kwok, dari Nan Fung Group, menjelaskan perjalanan adopsi AI di perusahaan. Menurutnya, AI yang awalnya hanya digunakan untuk mengambil informasi, kini berevolusi menjadi “rekan kerja digital”.
Kwok mengutip laporan Microsoft yang memprediksi dalam 2-5 tahun ke depan, setiap karyawan bisa menjadi “bos” bagi agen digital otonom, mengubah cara kerja perusahaan secara fundamental. Dia menjelaskan, transformasi ini bukan sekadar menambah alat, melainkan kesempatan untuk merancang ulang alur kerja dan proses bisnis. “AI adalah kesempatan untuk memikirkan kembali cara fundamental kita bekerja,” tegas Kwok. Sementara itu, Charles Whiteley dari AECOM memaparkan cetak biru tiga fase untuk mengintegrasikan AI.
Pertama, efisiensi internal dengan mengotomatisasi fungsi back-office seperti SDM, pengadaan, dan penulisan proposal. Dengan alat internal bernama “Oscar,” AECOM mampu memangkas waktu respons proposal hingga 80 persen.
Kedua, membayangkan ulang layanan dengan menggunakan AI generatif dalam desain dan rekayasa. AECOM berkolaborasi dengan perusahaan Norwegia, Consigli, menggunakan AI untuk menghasilkan desain skematik dengan margin kesalahan 3-5 persen, menghemat hingga 65 persen jam kerja.
Ketiga, aliran pendapatan baru, di mana AECOM juga mengeksplorasi bagaimana AI dapat menjadi fondasi bagi lini bisnis yang sepenuhnya baru.
Dari Penilaian Properti hingga Inspeksi Gedung
Para panelis memberikan contoh konkret bagaimana AI sudah bekerja. Nan Fung Group menggunakan model ChatGPT untuk penilaian properti dan mendapatkan hasil hanya dalam hitungan jam, bukan minggu.
Sementara CEO Auki Labs Nhils Pihl, menjelaskan platform AI yang menggunakan kacamata dan visi komputer untuk mendeteksi rak yang kosong di ritel dan memicu pengisian ulang secara otonom.
Ada pun di Hong Kong, drone berbekal AI kini dapat melakukan inspeksi gedung dalam hitungan jam, jauh lebih cepat dan aman daripada cara manual. Meskipun demikian, ada konsensus kuat bahwa tanggung jawab manusia tidak bisa digantikan AI.
Keterlibatan manusia tetap krusial sebagai “penjaga gerbang” etika dan verifikasi, terutama saat keselamatan fisik dipertaruhkan.
Ukuran Perusahaan Menyusut, Ruang Kantor Kian Kosong
Pihl menutup diskusi dengan pandangan provokatif. Menurutnya, AI saat ini justru sangat pandai mengerjakan tugas kognitif (pekerjaan kantoran) dan “gagal total” dalam mengotomatisasi pekerjaan fisik yang justru paling ingin dihindari manusia.
Pihl memprediksi “era perusahaan besar sebagian besar telah berakhir” karena AI akan meningkatkan produktivitas tim kecil secara drastis.
Implikasi untuk industri real estate sangat besar, “Tidak ada gunanya lagi membuat ruang kantor untuk 500 rekan kerja”. Pada 2030, ukuran rata-rata perusahaan akan jauh lebih kecil, dan Anda tidak akan menemukan penyewa untuk ruang-ruang kantor itu.
Pesan untuk para pengembang, berhentilah membangun untuk penyewa masa lalu, dan mulailah merencanakan untuk masa depan yang lebih ramping dan cerdas. AI bukan hanya mengubah cara kita bekerja, tetapi juga mengubah esensi dari ruang fisik yang kita huni.