Sabtu, 9 Agustus 2025

Ketua DPR Pesan Fadli Zon, Jangan Hilangkan Jejak Sejarah

Ketua DPR RI Puan Maharani

 

Ketua DPR Puan Maharani mendesak Menteri Kebudayaan Fadli Zon untuk melakukan penulisan sejarah ulang secara jelas tanpa merugikan pihak manapun.

Puan pun meminta agar Fadli tidak menghilangkan jejak sejarah.

“Kita harus sama-sama menghargai dan menghormati bahwa penulisan sejarah itu harus dilaksanakan sejelas-jelasnya, seterang-terangnya, tanpa ada pihak yang merasa dirugikan atau dihilangkan jejak sejarahnya,” ujar Puan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (3/7/2025). Sebagai informasi, Komisi X sebelumnya mendesak agar Fadli menghentikan proyek penulisan ulang sejarah. Namun, Fadli tetap bersikukuh untuk melanjutkannya.

Oleh karena itu, Puan meminta Fadli menghormati dalam proyek penulisan sejarah ulang ini.

“Jadi, saling menghormati lah terkait dengan hal itu. Ya saling menghormati dan menghargai,” imbuhnya.

 

Pernyataan Fadli Zon

Sebelumnya, Fadli Zon menyatakan akan tetap melanjutkan penulisan sejarah ulang meski terjadi penolakan atas rencana ini.

Ia meminta masyarakat tidak cepat-cepat menghakimi penulisan sejarah yang belum selesai. Terlebih, sejarah ulang ini ditulis oleh para sejarawan profesional dari berbagai wilayah.

Enggak (akan ditunda). Jangan menghakimi apa yang belum ada. Jangan-jangan nanti Anda lebih suka dengan sejarah ini,” kata Fadli Zon.

Fadli juga mengaku heran mengapa masyarakat menuntut agar sejarah ulang tidak ditulis. Ia mengutip kata-kata Presiden ke-1 RI Soekarno, yang meminta Indonesia jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. “Kok kita sekarang malah menuntut tidak boleh menulis sejarah, itu bagaimana ceritanya? Gitu ya, jadi kita tentu harus menulis sejarah kita,” beber dia.

Lebih lanjut, Fadli menyebut penulisan sejarah diperlukan untuk pembaruan mengisi kekosongan selama 26 tahun. Kini, sejarah seolah berhenti di presiden-presiden terdahulu, seperti Presiden ke-1 Soekarno, Presiden ke-2 Soeharto, dan Presiden ke-3 B.J. Habibie. Penulisan sejarah ulang ini juga akan melengkapi temuan-temuan arkeologis dan temuan sejarah lainnya, dengan tone positif sesuai dengan perspektif Indonesia.

“Jadi enggak ada yang aneh-aneh, yang menurut saya, nanti kalau ada di situlah ruang para sejarawan, para intelektual untuk menulis, mengkaji. Dan perspektifnya bisa berbeda-beda, antara sejarawan mungkin dari perguruan tinggi A dengan perguruan tinggi B, bisa beda. Yang kita tulis ini adalah secara umum untuk mengisi kekosongan 26 tahun kita tidak menulis sejarah,” jelasnya.

Berita Terkait