
Larangan study tour dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mulai berdampak kepada pengusaha bus pariwisata.
Study tour adalah kegiatan pembelajaran di luar lingkungan belajar formal seperti sekolah. Biasanya dengan mengunjungi tempat di mana siswa bisa belajar seperti museum, pabrik, kebun binatang, situs bersejarah, dan lainnya.
Di Jawa Barat, Dedi Mulyadi melarang kegiatan study tour sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran (SE) Nomor 45/PK.03.03.KESRA
Alasannya, karena biaya study tour yang membebani orang tua siswa hingga risiko kecelakaan dalam perjalanan.
Di balik larangan tersebut, sejumlah pengusaha bus pariwisata di Jawa Barat pun mulai kehilangan pemasukan.
Seperti H. Abung Hendrayana, pemilik PO Bus Pariwisata DMH Trans yang berlokasi di Cileunyi, Kabupaten Bandung, mulai menjual satu demi satu unit bus miliknya.
“Tanpa pemberitahuan, tanpa diskusi. Tiba-tiba sekolah-sekolah batal semua,” kata H. Abung di Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jumat (25/7/2025).
Sejak Juni 2025, DMH Trans telah menjual lima unit busnya karena harus bertahan hidup setelah pesanan dari sekolah tiba-tiba anjlok drastis.
Sementara itu, pemilik PO Bus Smindo Trans yang berlokasi di Kota Depok, Rachmat harus melakukan pengurangan karyawan imbas dari adanya larangan study tour ini.
“Dengan adanya larangan ini yang pertama tentu dampaknya akan ada pengurangan dari karyawan kami ya, dari marketing, operasional dan lain-lain pasti akan dikurangi,” kata Rachmat kepada wartawan, Kamis (24/7/2025).
Menurut Rachmat, ia telah berusaha agar tidak sampai melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada karyawannya. Namun, kebijakan larangan study tour menjadi kendala.
Pasalnya, larangan study tour ini juga berdampak kepada pembiayaan operasional unit bus pariwisata.
Terlebih lagi, Rachmat mendapatkan modal usaha ini dari pinjaman bank.
“Rencana kita sih pengurangannya di 50 persen, karena untuk biaya operasional dan lain-lainnya sudah tidak mengcover,” sambungnya.
Koordinator Solidaritas Para Pekerja Pariwisata Jawa Barat (P3JB), Herdis Subarja menyebut kondisi ini sebagai “tamparan berlapis.”
Pasalnya, sektor ini sudah lebih dulu tertekan akibat lesunya perekonomian global, lalu kembali dipukul oleh kebijakan mendadak dari pemerintah daerah.
Menurut Herdis, hingga pertengahan Juli 2025, sudah ada sedikitnya delapan perusahaan di Depok, Kota Bandung, dan Kabupaten Bandung yang mulai merumahkan sopir dan kru busnya.
“Perusahaan kehilangan pasar dan kehilangan aset, maka yang pertama jadi korban adalah tenaga kerja,” kata Herdis.
Pihaknya mencatat ada sekitar 7.000 orang yang bergantung pada sektor ini di Jawa Barat, terdiri dari pekerja formal dan informal mulai dari sopir, helper, tenaga operasional, hingga staf marketing dan admin.
Tanpa intervensi pemerintah, gelombang pemutusan hubungan kerja hanya tinggal menunggu waktu.
““Kalau tidak ada langkah penyelamatan, PHK massal akan jadi kenyataan. Ini bukan hanya tentang bisnis, tapi juga keberlangsungan ribuan keluarga,” kata Herdis.
Ia juga menyayangkan bahwa Pemprov Jabar tidak pernah mengajak duduk bersama para pengusaha sebelum kebijakan itu diterbitkan.
Gubernur sepertinya tidak peduli akan nasib pelaku usaha dan pekerja sektor ini. Bahkan Sekda Provinsi Jabar Herman Suryatman dalam sebuah pernyataannya, bahwa kebijakan pelarangan study tour sekolah telah melalui kajian. Kajian, ini kajian apa dan kapan kajian itu dilakukan serta data-data kajian yang menjadi dasarnya apa saja,” jelas Herdis.
Sementara itu, solidaritas para pekerja pariwisata Jabar akan terus mengawal isu ini.
Herdis menambahkan, jika tak ada respon dari Pemprov, mereka siap melayangkan permintaan langsung kepada pemerintah pusat.
Harapannya, kata dia, ada jalan tengah yang bisa menyelamatkan usaha dan tenaga kerja, tanpa mengabaikan aspek keselamatan yang jadi alasan utama pelarangan.
Dedi Mulyadi Tetap Melarang
Sebelumnya, Dedi Mulyadi baru saja mendapatkan protes besar-besaran dari para pelaku wisata yang berdemo di Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat, pada Senin (21/7/2025).
Para pelaku wisata tersebut tergabung dalam Para Pekerja Pariwisata Jawa Barat (P3JB) yang melakukan blokade di sekitar jalanan Gedung Sate
Mereka memprotes kebijakan larag=ngan study tour yang berimbas kepada pendapatan mereka sebagai pelaku usaha wisata.
Meskipun mendapatkan protes besar-besaran, Dedi Mulyadi tetap teguh pendirian untuk melarang kegiatan study tour.
“Demonstrasi kemarin menunjukkan semakin jelas bahwa kegiatan study tour itu sebenarnya kegiatan piknik, kegiatan rekreasi. Bisa dibuktikan, yang berdemonstrasi adalah para pelaku jasa kepariwisataan,” kata Dedi dikutip dari akun Instagram @dedimulyadi71, Selasa (22/7/2025).
Dia menjelaskan, massa yang berdemonstrasi juga mendapat dukungan dari asosiasi pelaku wisata di Yogyakarta, termasuk penyedia Jeep wisata Gunung Merapi.
Dedi menegaskan, kebijakan larangan study tour diambil untuk melindungi orang tua siswa dari pengeluaran yang tidak perlu dan memastikan pendidikan tetap fokus pada pengembangan karakter dan kemampuan belajar siswa.
“Insyaallah Gubernur Jawa Barat kan tetap berkomitmen menjaga ketenangan orang tua siswa, agar tidak terlalu banyak pengeluaran biaya di luar kebutuhan pendidikan,” ujarnya.
Dia menegaskan tetap berpihak pada kepentingan rakyat banyak, menjaga kelangsungan pendidikan, serta mengefisienkan biaya dari hal-hal yang tidak berkaitan dengan pendidikan.
Dedi juga berharap industri pariwisata di Jawa Barat tetap berkembang, tetapi dengan target wisatawan yang memang memiliki kemampuan ekonomi untuk berwisata, bukan dengan memaksa keluarga berpenghasilan pas-pasan untuk ikut study tour.
“Semoga industri pariwisata tumbuh sehingga nanti yang datang berwisata itu adalah orang luar negeri, orang-orang yang punya uang dan memang murni bertujuan melakukan kepariwisataan, bukan orang-orang yang berpenghasilan pas-pasan dengan alasan study tour akhirnya dipaksa harus pergi piknik,” ujarnya.